Ore no Ie ni Nazeka Gakuen no Megami-sama ga Iribitatte Iru ken Chapter 29 Bahasa Indonesia.

                                                   


Chapter 29: Hadiah untuk Dewi.

Beberapa hari setelah ujian selesai, hari ini akhirnya tiba. Ya, ‘hari ini’. Aku merasa seperti ingin muntah karena merasakan perasaan yang belum pernah kualami sebelumnya. Perutku terasa sakit dan juga mual.

Dewi itu menatapku dengan perasaan khawatir sambil memegangi obat sakit perut di tangannya. Kenapa ini bisa terjadi? Jawabannya sederhana…

Karena hari ini adalah ‘ Hari ulang tahunnya Wakamiya Rin.”

Aku waktu itu memilih hadiahnya berdasarkan saran dari si Riajuu Kenichi dan juga Fuji-san. Dan Sekarang, hal yang membuatku gugup adalah menyerahkan Kado ini untuknya. Aku yakin wajahku saat ini terlihat sangat tegang.

Seperti biasa, Wakamiya datang ke rumahku setelah aku pulang kerja. Yang jadi pertanyaan, kapan waktu yang tepat untuk memberikan kadonya ini? Atau sebaiknya jangan sekarang? Pikiran-pikiran seperti itu terus berputar di kepalaku dan membuatku bingung.

“ Tokiwagi-san, wajahmu pucat. Mau aku buatku bubur? Atau kamu mau obat? “

“Aku baik-baik aja, kamu gak perlu khawatir.”

Dia menatapku dengan ragu seolah-olah tidak yakin dengan perkataanku. Karena tak sanggup bertatapan dengannya, aku memalingkan muka.

Dilihat dari sikapnya saat ini, dia mungkin belum sadar kalau aku ingin memberinya hadiah. Dia seharusnya menyadarinya, karena hari ini adalah hari istimewanya. Tapi, dia tidak menunjukkan tanda-tanda itu sama sekali.

Aku teringat apa yang Kenichi katakan padaku sebelumnya, “Membuatnya terkejut adalah yang terpenting.” Apa artinya aku sekarang berhasil?

Aku kemudian berdehem untuk memulainya.

“…Wakamiya-san, bisa bicara sebentar? Ada hal penting yang ingin ku katatakan.”

“ Hal penting?”

Nona Dewi yang biasanya selalu duduk dengan anggun itu lalu tegap dan meluruskan punggungnya. Kemudian dia duduk menghadapku. Jika dia memakai kimono, dia akan terlihat seperti keluarga bangsawan dari keluarga kaya.

Aku mengatur nafas dan berdiri mmengambil kantong ketas yang sudah kupersiapkan itu dan meletakkannya ke atas pangkuannya. 

Karena bingung, Wakamiya memiringkan kepalanya. Dia sepertinya bingung menerimanya.

Biasanya, orang-orang akan menyadari bahwa kantong kertas ini isinya adalah hadiah ulang tahun. Tapi dia malah sebaliknya, dia kelihatannya tidak menyadarinya sama sekali.

“ …ini untukmu.”

Aku berharap bisa mengucapkan kata-kata yang lebih baik seperti “ Ini kado dariku untukmu.” Tapi kata-kata itu sama sekali tidak bisa terucap dari mulutku. Malahan aku seperti orang cuek.

“Etto, apa ini? “

“ Hadiah..uh, sekarang hari ulang tahunmu,’kan?”

“ Iya sih…memang benar..etto, t-terima kasih..”

Wakamiya yang biasanya berbicara dengan nada suara datar, tiba-tiba berbicara dengan nada yang suara yang terbata-bata. Jarang sekali dia seperti ini, aku jadi bingung melihatnya. Sebagai seorang dewi sekolah, tentu saja dia sudah sering mendapatkan banyak hadiah dari orang lain.

Melihat Wakamiya memandangi tas yang berisi kado itu dengan tatapan kosong, aku bilang..

“ Anu..ini…ini juga sebagai ungkapan terima kasihku , dan kebetulan hari ini adalah hari ulang tahunmu. Jadi, Terimalah, kalau kamu tidak mau menerimanya ya…tidak, kamu harus menerimanya.”

Wakamiya sontak tertawa, dan pipinya memerah. Kemudian, dia dengan lembut memegangi kantong kertas yang sudah kuberikan itu. Aku pun jadi lega melihatnya. Sepertinya, kejutannya berhasil. Karena berhasil aku mengepalkan tanganku tanpa terlihat olehnya.

“ Pas tadi saat Tokiwagi-san ingin bicara serius denganku, ku kira kamu…"

“ Kamu mengira apa? “

“Kukira kamu mau nembak aku.””

“ Uhuk! Uhuk! “

Aku spontan batuk mendegar dia bilang begitu. Lalu, aku langsung meminum teh yang ada di atas meja dalam satu tegukan. Kemudian, aku langsung menyangkalnya..

“ Bukan, bukan gitu ! kamu salah paham ! aku sama sekali gak ada niat nembak kamu ! Serius !! “

“ Begitu, ya…”

Wakamiya kelihatan sedih mendengar jawabanku tersebut sehingga membuatku jadi gelisah.

“ Etto.. kalau kamu kek gitu, aku jadi bingung mau bilang apa,,

Wakamiya terdiam dan hanya menundukkan kepalanya. Keringat dingin mengalir dari dahiku.

“ Ya maksudku ! gimana bilangnya ya, kita berdua itu gak cocok. Jadi, kurasa aku tidak bisa berpacaran dengan Wakamiya. Bukannya aku tidak ingin berpacaran dengan Wakamiya, tapi aku sama sekali tak pantas dengan---”

Jari Wakamiya tiba-tiba menyentuh mulutku untuk menghentikan kepanikanku. Dan saat itu mata kita saling bertemu, dia bilang…

“ Jangan panik gitu Tokiwagi-san, aku cuma bercanda,kok.”

Aku mendecakkan lidahku dan berpaling darinya dengan perasaan tidak senang. Saat aku meliriknya sedikit, dia terlihat tersenyum dengan tatapan lembut.

“Tapi, aku beneran kaget,lho.”

“ Kamu pasti mengira kalau aku gak bakalan kasih kamu hadiah, kan? Sekaget itu, kah? “

“ Bukan, aku kaget karena kamu ingat hari ulang tahunku.”

“ Oi,tega banget.”

Jika bukan karena saran dari Kenichi, mungkin aku tidak akan bisa sampai sejauh ini. Aku dulu biasanya tidak peduli dengan ulang tahun seseorang dan aku juga tidak peduli dengan perasaan orang lain. Selain itu, aku juga tidak berpengalaman menghadapi para gadis-gadis. Jujur saja, aku harus berterima kasih pada Kenichi.

“ Tokiwagi-san, boleh aku membukanya? “

“ Boleh...tapi kamu jangan berharap banyak.”

Wakamiya tertawa mendengar ucapanku. Kemudian, Wakamiya mengeluarkan sebuah kotak dari kantong kertas tersebut. Lalu dengan hati-hati, dia membuka kertas kadonya dan melepaskan ikatan pitanya. Aku menahan nafas saat dia mulai membukanya. Rasa tegang ini memunculkan perasaan cemas di dalam diriku.

“Ini…ini boneka kucing ya? “ tanya Wakamiya.

Dia dengan hati-hati mengangkat boneka kucing itu dengan kedua tangannya. Lalu, dia tampak terkejut dengan mata yang berkedip-kedip.

“ Boneka itu sekarang lagi ngetren, kan? ...Wakamiya mungkin gak tertarik ama hal begituan, tapi gak ada salahnya sesekali ngikutin Tren.”

Tentu saja ini adalah saran dari Fuji-san. Di daerah ini ada sebuah taman hiburan yang hampir semua orang pernah mengunjunginya, setidaknya pernah sekali seumur hidup. Dan di taman hiburan tersebut, ada sebuah boneka binatang berbentuk kucing yang hanya dijual secara ekslusif. Baru-baru ini boneka itu popular bagi kalangan siswa, dan mereka selalu membawanya ke mana pun mereka pergi.

Karena akan memalukan jika aku pergi ke taman hiburan itu sendirian, jadi aku meminta Kenichi dan pacarnya membelikannya untukku. Akhirnya aku jadi berhutang budi dengan mereka. Aku yakin Kenichi akan meminta sesuatu yang lebih besar dari ini untuk membalas budi. Tapi apa boleh buat, terkadang kita harus mengorbankan sesuatu.

Namun, yang membuatku khawatir saat ini adalah apakah dia merasa tidak enak jika seorang laki-laki memberikannya hadiah boneka lucu ini.

Ketika aku meliriknya, Wakamiya mengangkat boneka itu dan menatap wajahnya.

“ Wakamiya-san? Kalau kamu nggak suka, kamu bisa buang aja. Menaruhnya di kloset atau membiarkanya berdebu juga gak masalah. Atau nggak, kamu bisa balikin lagi aja ke aku.” Tanyaku karena tidak tahan dengan keheningan ini sambil melambai-lambaikan tangan ke arahnya.

Wakamiya lalu buru-buru memeluk boneka itu dengan erat sambil menatapku dengan ekspresi tidak senang. Dia seperti anak kecil yang tidak ingin mainan favoritnya diambil oleh orang lain. 

“Aku gak akan menyerahkan boneka ini !!”

“ Oh..oo..oke siap, syukurlah kalau kamu menyukainya.”

Aku tak bisa menahan senyum pahit begitu mendengar Wakamiya berkata dengan suara keras seperti itu.

Wakamiya menatap bonekanya dengan lembut dan memeluk bonekanya dengan penuh kasih sayang. Tingkah polosnya ini tampak berbeda dari biasanya. Dia sangat imut sekali. Aku yakin siapapun yang melihatnya seperti ini pasti tidak akan bisa mengalihkan pandangan darinya. Aku saja jadi hampir lupa waktu karena terpesona melihatnya.

Ketika hampir tenggelam dengan memperhatikan wajahnya yang seperti itu, aku langsung tersadar. Jantungku berdegup kencang seperti ombak yang mengamuk. Wajahku panas sekali, rasanya seperti terbakar.

“ Sial..ini tidak adil.” Kutukku di dalam hati. Tapi jujur saja, aku senang dia menyukainya.

“ Tokiwagi-san.”

“ Ya? Ada apa? “

“ Terima kasih.”

“ Ou..” jawabku sambil mengaruk-garuk pipiku.

Tentu saja, aku tidak bisa dengan mudah melupakan senyuman di wajah wakamiya saat ini dari benakku.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama